Kembali mundur pada langkah pertama : Ikrar sebuah Persisten

Minggu, 24 september 2023. Aku kembali harus memulai semua dari awal. Setelah mencoba dua kali kesempatan dan gagal. Ternyata memang seburuk itu jika hiatusnya terlalu lama.

Tulisan ini aku perseNenekkan sebagai ikrar selama tiga puluh hari kedepan. Untuk kembali mengambil sebuah komitmen. Belajar kembali tentang persisten. Dan mengasah ulang pisau kecil yang sudah lama tumpul.

Pisau yang tumpul. Ia, aku baru tersadar kemarin. Ternyata menulis memang harus dibiasakan. Begitu pula dengan membaca. Walaupun kemampuanku memang belum seberapa. Tapi seminggu lalu, untuk pertama kali aku bisa menyelesaikan kerangka cerita panjang. Kerangka yang aku niatkan untuk novel pertamaku. Bahagia rasanya karena setelah beberapa kali mencoba dan gagal. Akhirnya aku bisa menyelesaikan. Namun ketika aku dihadapkan dengan selembar kertas kosong. Rangkaian kata-kata tidak mengalir deras dan indah. Ia hadir dengan terbata dalam bentuknya yang paling kaku.

Aku memang sudah hiatus kurang lebih 2 tahun. Sibuk dengan urusan lain. Mungkin bisa dibilang mengabdi kepada keluarga besar. Orang tuaku ingin aku pulang kampung untuk menjaga Nenek. Sementara omku menawarkan untuk menjaga cafe besar yang baru akan dibuatnya di kampung halaman. Semua orang berharap aku mengiyakan. Padahal sebenarnya aku sudah punya rencana sendiri untuk menyusun masa depanku.

Aku sungguh enggan. Jadi setiap kali ditanya pada awalnya aku hanya diam. Namun pada akhirnya keadaan makin mendesak. Aku berusaha beralasan agar berangkat makin lama. Namun orang tuaku makin memaksa untuk segera berangkat. Dengan segala iming kemudahan dan janji yang diobral, bahwa aku cuman harus menjaga, di sana akan banyak waktu luang untukku menulis, nanti sekalian belajar keprofesianku, mengelola caffe yang gampang karena sudah ada orang yang ahli di dalamnya, dan banyak hal lainnya yang memaksaku secara tidak langsung untuk berkata “Iya” dan segera berangkat.

Diawal memang semua serba mudah. Walau masih ada keraguan dan kegundahan. Akupun masih berusaha menyempatkan membaca buku dan menulis. Namun makin kesini ternyata tidak semudah itu. Masalah datang silih berganti. Kadang sekedar menyapa, beberapa kali memukul sampai sakit ke ulu hati. Namun aku hanya bisa memendam.

Sampai akhirnya cafe sudah dibuka. Soft opening sudah dilakukan. Lagi-lagi takdir menyeretku untuk masuk ke dalam sumur yang dalam. Memaksaku jatuh terjerembab. Dan membuatku tidak bisa keluar dari sana.

Dengan beberapa kejadian dan janji yang diingkar. Takdir menghadapkanku untuk menghabiskan waktu menjalankan cafe itu. Semua waktuku tersita. Sudah pasti waktuku untuk membaca dan menulis hancur lebur. Ujian keprosianku gagal karena harus fokus ke cafe. Bahkan aku jadi jarang membantu Nenek. Pada saat itu yang aku pikirkan untuk bisa segera menyelesaikannya.

Aku curahkan lebih dari 100% ternaga untuk cafe itu. Berharap segera stabil dan aku bisa segera pamit. Namun memang dunia ini begitu menyanangkan. Dengan pengalamanku yang kurang. Diminta untuk memegang jabatan tinggi. Budaya kerja di daerah dengan tempo yang lambat, harus ini itu dulu. Dan ditambah permintaan dengan segala rupanya. Membuat drama kerja kian menjadi.

Kembali gagal, gagal lagi, drama lagi, coba lagi, gagal lagi, drama lagi. Sampai lelah kian menjadi dan marah makin pekat di dalam hati.

Aku berhenti total dari menulis. Bahkan membaca buku saja tidak sempat. Instagram tulisanku sudah tidak aktif lagi. Padahal aku sudah mendapat kesempatan. Satu tulisanku viral. Follower instagramku naik drastis. Yang tadinya cuman 2.000 (dua ribu) langsung naik menjadi 13 ribu sekian. Namun percuma, karena aku sudah tidak ada waktu dan tenaga untuk memanfaatkanya. Bukannya tidak mencoba, tapi aku sudah berusaha. Beberapa tulisan sudah aku paksa buat. Namun karena tidak konsisten kesempatan itu kembali meredup. Sehinggu aku kembali untuk putuskan berhenti total dan segera menyelesaikan ini semua. Berharap tak perlu waktu yang lama dan aku bisa segera kembali menulis.

Namun ternyata memang tidak semudah itu. Karena aku yang tidak berani begitu tegas. Sehingga tekanan dari kanan dan kiri datang dengan semauanya. Semua drama hadir dan menyita energi batinku. Aku sesungguhnya lebih senang  jika lelah karena bekerja sebab bisa menikmati hasilnya. Namun lelah karena berdrama itu lain cerita. Sudah lelah batin, ditambah tidak ada hasil.

Sampai akhirnya instagram tulisanku di hack orang. Waktu itu aku seperti terhipnotis. Enteh kenapa aku memberikan kode verifkasi. Sehingga password instagramku diambil. Email instagramku diganti. Semua yang aku kerjakan sudah habis. Aku terpaksa harus memulai dari awal lagi. Namun, ketetapan ini memaksu untuk membuat keputsan. Aku harus punya tenggat waktu mau sampai kapan. Aku harus tegas. Aku harus memikirkan diri sendiri juga. Yang penting disini aku sudah maksimal. Kerjaanku sudah selesai, kewajiban utamaku sudah tuntas.

Benar saja, momentum itu datang. Tidak perlu dipikir lagi langsung aku tangkap dengan surat pengunduran diri. Drama kali ini aku pakai untuk mundur. Lelah karena terus mengalah. Sudah saatnya untuk mengambil keputusan. Karena diriku perlu hidup, bukan hanya sedekar makan dan bernafas.

Walau proses pengunduran diriku memang tidak semulus itu. Karena aku harus meninggalkan Nenekku dan cafe ini. Tapi semua itu harus aku lewati dengan tegas. Pokoknya aku harus pulang dan kembali menulis.

Akhirnya tiba pada waktu sekarang ini. Sebulan lebih setelah aku keluar dari pekerjaan. Aku bisa menyelesaikan kerangka tulisan panjang. Aku kembali memulai membuat akun media sosialku. Namun ketika aku kembali menulis kemampuanku sudah hilang. Pisau kecil yang aku miliki dulu, kini sudah tumpul. Otot menulisku sudah usang. Semuanya perlu di latih ulang.

Tulisan ini adalah ikrarku.Selama tiga puluh hari kedepan. Aku akan berusaha untuk menulis. Menulis setiap hari, apapun itu. Minimal 1.000 kata. Dan akan aku post di blog pribadiku. Mulai besok ini adalah pertarunganku. Semua kebiasanku menulis harus dipaksa ditimbulkan. Memang berat memulai kembali. Tapi mau bagaimana lagi

Jadi sampai bertemu pada tulisan tiga puluh hari kedepan. Entah bagaimana bentuknya dan acak-acakannya. Ini adalah perjuanganku untuk mengalahkan diriku sendiri. Musuh terbesar yang aku miliki. Jadi sampai ketemu.

Tinggalkan komentar